Kamis, 30 September 2010

Pembajakan Software Indonesia 12 Besar Dunia

Jakarta - Tahun 2009 mencatat hasil kurang menggembirakan untuk urusan pembajakan software di Indonesia. Dari hasil riset yang dikeluarkan IDC terungkap bahwa aktivitas pembajakan software di Tanah Air justru kian melonjak.

Dari riset itu Indonesia ditempatkan di posisi ke-12 sebagai negara dengan tingkat pembajakan software terbesar di dunia. Presentase yang dicatat adalah 85%. Dengan kata lain, jika diibaratkan ada 100 software yang digunakan maka 85 di antaranya merupakan software ilegal.

Penilaian ini sendiri dilakukan sepanjang 2008 dan baru diumumkan pada bulan Mei 2009. Ini merupakan kegiatan rutin tiap tahun besutan Business Software Alliance (BSA) yang bekerja sama dengan lembaga riset IDC.

Tentu presentase 85% itu merupakan prestasi minor bagi Indonesia. Sebab selama dua tahun sebelumnya, Indonesia mencatat hasil lumayan dengan mampu menurunkan presentase pembajakan tersebut, meski hanya turun 1%.

Menurut data yang dirilis IDC, persentase 85% ini mengakibatkan Indonesia ditaksir mengalami kerugian atau potensial loss sebesar US$ 544 juta.

Jumlah itu melonjak drastis jika dibandingkan tahun 2007 dimana tingkat pembajakan di Indonesia mencapai 84 persen dan tingkat kerugiannya ditaksir US$ 411 juta.

Studi ini sendiri dilakukan terhadap 110 negara di berbagai belahan dunia. Dimana 57 negara di antaranya mengalami penurunan, 36 negara tetap, sementara 16 negara mengalami peningkatan.

Pemerintah dan pihak kepolisian tentu juga bukan tak berupaya apa-apa sehingga software bajakan kian merajalela di Tanah Air.

Berbagai pembekalan kemampuan terus dilakukan pihak berwajib kepada satuannya. Maklum saja, harus diakui, belum semua polisi mengerti akan jenis-jenis software (proprietary, open source, dan freeware) . Tak ayal, aksi 'salah tembak' alias salah razia pun pernah terjadi. Software gratis atau open source juga diangkut lantaran disangka software proprietary bajakan.

Hal ini juga diakui Donny A. Sheyoputra, Kepala Perwakilan BSA di Indonesia. BSA sendiri merupakan lembaga nirlaba yang memayungi vendor-vendor software dunia. BSA kerap diundang untuk menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus pembajakan software.

Sementara dari sisi tindakan preventif, pemerintah bergerak dari Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) yang juga lumayan getol menggelar kampanye sosialisasi ke berbagai kota.

Bahkan, beberapa kali tim ini sempat menggelar kunjungan mendadak ke sejumlah perusahaan untuk lebih menajamkan taringnya. Sebab biasanya bagi sejumlah pihak yang namanya himbauan, sosialisasi atau kampanye kerap dianggap sekadar angin lalu yang tak bergigi. Sehingga aksi 'peringatan' berbalut kunjungan seperti itu dirasa penting untuk menegaskan keseriusan.

Aparat sendiri, baik itu pihak kepolisian ataupun Depkumham sudah menyatakan niatnya untuk tidak ingin menggeber razia sapu jagad yang menyasar pedagang-pedagang kecil yang berjualan di pinggir jalan.

Mereka lebih memilih untuk mengincar produsen besar baik itu dari kalangan industri rumah tangga atau perusahaan besar sebagai biang keladi pemasok barang ilegal itu.

"Kaki lima bukan target utama, tapi pengusaha yang punya modal besar seperti pabrik yang jadi prioritas kami," kata Dirjen HKI Depkumham Andi N. Sommeng dalam isi sambutannya di acara pemusnahan 2.187.056 keping cakram digital bajakan yang berhasil disita sepanjang 2009 oleh Direktorat Reskrim Khusus Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono mengakui sulitnya memburu para pemasok software bajakan itu. Bahkan, lanjutnya, pihak kepolisian sampai harus berpacu dalam teknologi demi menggasak para pelaku,.

"Sebab, jika mereka sampai tertangkap, maka selanjutnya bakal menyiapkan modus operandi baru. Kita juga perlu kerjasama lintas sektoral untuk memberantasnya. Dan dalam melakukan penegakan hukum, akan lebih baik jika kita juga 'membunuh' pabrik dan mesin-mesinya itu," jelasnya di tempat yang sama.


http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3045145